PROPOSAL TESIS
EFEKTIVITAS
PELATIHAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP
PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA
TESIS
Disusun guna
memenuhi syarat derajat Magister Profesi Psikologi
Nama : Siti Aesijah
NIM :
T. 100 090 137
MAGISTER PROFESI
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Konsekuensi dari rendahnya tingkat rasa percaya
diri, untuk
sebagian hanya menyebabkan rasa tidak
nyaman secara emosional (Damon
dalam Santrock, 2003).
Tetapi bagi beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan
banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh
diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya (Damon
& Hart, dkk. dalam Santrock, 2003). Tingkat keseriusan masalah tidak hanya tergantung pada
rendahnya tingkat rasa percaya diri, namun juga kondisi-kondisi lainnya. Ketika
tingkat rasa percaya diri yang rendah berhubungan dengan proses perpindahan
sekolah atau kehidupan keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-kejadian yang
membuat tertekan, masalah yang muncul pada remaja dapat menjadi lebih meningkat
(Rutter & Garmezy, dkk.,
dalam Santrock, 2003).
Menurut Erikson, remaja seharusnya mampu
mengatasi masalah dalam dirinya, sehingga dapat menentukan masa depannya.
Intinya remaja harus memiliki rasa percaya diri dengan apa yang mereka punya
dan mampu memanfaatkan potensinya (dalam Iswidharmanjaya & Agung, 2004).
Dampak utama yang muncul dari adanya rasa
tidak percaya diri adalah dampak psikologis, dimana remaja yang merasa dirinya
tidak bisa berbaur sulit untuk menunjukkan potensi yang dimilikinya, dan
menyebabkan mereka tidak bisa berkembang untuk menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Siswa menjadi pendiam dan menutup diri, karena ia sulit untuk
bersosialisasi dan tidak percaya diri untuk bergaul dengan teman-temannya yang
lebih mampu. Dampak-dampak psikologis lain yang muncul dikarenakan kurangnya
rasa percaya diri adalah siswa menjadi kesulitan beradaptasi dengan lingkungan
yang baru, mereka tidak memiliki keberanian untuk memulai pembicaraan terlebih
dahulu, menyapa temannya, dan menyatakan pendapat (Triswanto, 2005).
Rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki
remaja menunjukkan bahwa remaja resebut memiliki kecerdasan emosi yang rendah
(Hankin, 2004).
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah pelatihan kecerdasan emosi dapat dijadikan salah
satu model pelatihan untuk meningkatkan
kepercayaan diri remaja pada ..... Permasalahan tersebut perlu ditindaklanjuti
secara empiris dengan melakukan penelitian berjudul : “ Pengaruh Pelatihan
Kecerdasan Emosi terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja pada ....”
Tujuan
yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pelatihan pelatihan kecerdasan emosi terhadap peningkatan kepercayaan diri
remaja pada ...
D. MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.
Secara teoritis,
hasil penelitian akan menjadi informasi yang dapat memperkaya hasanah ilmu
pengetahuan, khususnya dalam pengembangan pelatihan-pelatihan dalam praktek
profesi psikologi.
2.
Secara praktis
a. Bagi pihak Lembaga Panti Asuhan hasil penelitian ini
memberikan hasil empiris bagaimana pengaruh pelatihan kecerdasan emosi terhadap
peningkatan kepercayaan diri remaja di Panti Asuhan Yatim & Dhuafa
“Tarbiyatul Mubtadi’in” Ngampel Kendal sehingga dapat dijadikan sebagai model
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri.
b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil kajian penelitian ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
AA. KEPERCAYAAN
DIRI
1. Pengertian
Kepercayaan Diri
Rasa Percaya diri (Self-confidence) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya
diri juga disebut
sebagai harga diri atau gambaran diri (Santrock, 2003). Menurut George dan Cristian kepercayaan pada diri sendiri adalah kemampuan berfikir rasional (rational belief) berupa keyakinan, ide-ide dan proses berfikir yang tidak
mengandung unsur keharusan yang menuntut
individu sehingga menghambat proses perkembangan dan ketika menghadapi problem atau persoalan mampu
berfikir, menilai,
menimbang, menganalisa,
memutuskan dan melakukan.
Percaya diri (self confidence) merupakan modal utama
seseorang untuk mencapai sukses. Orang yang mempunyai kepercayaan pada diri
sendiri berarti orang tersebut sanggup, mampu, dan meyakini dirinya bahwa ia
dapat mencapai prestasi yang diinginkannya (Gunarsa, 1989).
Menurut Martini dan
Adiyati (dalam Alsa, 2006) , kepercayaan
diri adalah sebagai suatu keyakinan seseorang untuk
mampu berperilaku sesuai dengan
yang diharapkan dan diinginkan. Apabila seseorang tidak memiliki kepercayaan diri maka banyak masalah akan
timbul karena kepercayaan diri merupakan
aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.
Kepercayaan diri adalah satu aspek
kepribadian yang terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya (dalam Afiatin & Budi
Andayani, 1996)
Lautser (dalam Alsa,
2006) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin
atas kemampuan sendiri sehingga individu
yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan
bertanggung jawab atas segala perbuatan
yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang
lain, memiliki dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri.
Menurut Corsini
kepercayaan diri adalah kepercayaan terhadap kemampuan, kapasitas serta pengambilan
keputusan (judgement) yang terdapat dalam dirinya sendiri (dalam Marko Santoso,
2005).
Berdasar
definisi-definisi yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan kepercayaan diri merupakan suatu
sikap atau perasaan yakin atas kemampuan
sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan
hal-hal yang disukai dan bertanggung
jawab atas segala perbuatan yang dilakukan.
2. Ciri-ciri Kepercayaan Diri
Teori Lauster (dalam
Alsa, 2006) tentang kepercayaan diri mengemukakan ciri-ciri orang yang percaya diri, yaitu:
a.
Percaya
pada kemampuan sendiri yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang
terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta
mengatasi yang terjadi tersebut.
b.
Bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan yaitu
dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya
keterlibatan orang lain dan mampu
untuk meyakini tindakan yang diambil.
c.
Memiliki
rasa positif terhadap diri sendiri yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik
dari pandangan
maupun tindakan yang
dilakukan yang menimbulkan rasa positif
terhadap diri dan masa depannya.
d.
Berani
mengungkapkan pendapat yaitu adanya
suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa
adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.
Ada dua jenis
kepercayaan diri yaitu percaya diri lahir dan percaya diri batin. Percaya diri yang memberikan kepada
kita perasaan dan anggapan bahwa kita dalam keadaan baik. Jenis percaya diri
lahir memungkinkan individu untuk tampil
dan berperilaku dengan cara menunjukkan kepada dunia luar bahwa kita yakin akan diri kita. Lindenfield (1994)
mengemukakan empat ciri utama seseorang
yang memiliki percaya diri batin yang sehat, keempat ciri itu adalah:
a.
Cinta
Diri
Orang yang cinta diri mencintai dan
menghargai diri sendiri dan orang lain.
Mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan secara wajar dan selalu menjaga kesehatan diri. Mereka juga
ahli dalam bidang tertentusehingga kelebihan yang dimiliki dapat dibanggakan.
Hal ini yang menyebabkan
individu tersebut menjadi percaya diri.
b.
Pemahaman Diri
Orang yang percaya diri batin sangat sadar
diri. Mereka selalu introspeksi
diri agar setiap tindakan yang dilakukan tidak merugikan orang lain.
c.
Tujuan Yang Jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan
hidupnya. Ini disebabkan karena
mereka mempunyai alasan dan pemikiran yang jelas dari tindakan yang mereka lakukan serta hasil apa
yang mereka dapatkan.
d.
Pemikiran Yang Positif
Orang yang percaya diri biasanya merupakan
teman yang menyengkan, salah
satu penyebabnya karena mereka terbiasa melihat kehidupan dari sisi yang cerah dan mereka yang mengharap
serta mencari pengalamandan
hasil yang bagus.
Percaya diri lahir
membuat individu harus dapat memberikan pada dunia luar bahwa ia yakin akan dirinya sendiri,
melalui pengembangan ketrampilan dalam empat bidang sebagai berikut:
a.
Komunikasi
Ketrampilan komunikasi menjadi dasar yang
baik bagi pembentukan sikap
percaya diri. menghargai pembicaraan orang lain, berani berbicara didepan umum, tahu kapan harus berganti topik
pembicaraan, dan mahir dalam
berdiskusi Adalah bagian dari ketrampilan komunikasi yang dapat dilakukan jika individu tersebut
memiliki kepercayaan diri.
b.
Ketegasan
Sikap tegas dalam melakukan suatu tindakan
juga diperlukan, agar kita terbiasa
untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan serta membela hak kita, dan menghindari terbentuknya perilaku
agresif dan pasif dalam diri.
c.
Penampilan Diri
Seseorang yang percaya diri selalu
memperhatikan penampilan dirinya, baik
dari gaya pakaian, aksesoris dan gaya hidupnya tanpa terbatas pada keinginan untuk selalu ingin menyenngkan
orang lain.
d.
Pengendalian Perasaan
Pengendalian perasaan juga diperlukan dalam
kehidupan kita seharihari, dengan
kita mengelola perasan kita dengan baik akan membentuk suatu kekuatan besar yang pastinya
menguntungkan individu tersebut.
Dari beberapa pendapat
para ahli tentang ciri-ciri kepercayaan diri dapat disimpulkan bahwasa seseorang yang memiliki
kepercayaan diri diharapkan akan percaya pada kemampuan sendiri,
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan,
memiliki rasa positif atau optimis terhadap diri sendiri, berani mengungkapkan pendapat.
3. Faktor-faktor
Kepercayaan Diri
Menurut Mangunharja
(dalam Alsa, 2006) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri adalah: faktor fisik, faktor mental
dan factor sosial.
a.
Faktor
Fisik
Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat
anggota tubuh atau rusaknya
salah satu indera merupakan kekuranga yang yang jelas terlihat oleh orang lain. Akan menimbulkan
perasaan tidak berharga keadaan
fisiknya, karena seseorang amat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan
orang lain. Jadi dari hal tersebut
seseoang tersebut tidak dapat bereaksi secara positif dan timbullah rasa minder yang berkembang menjadi
rasa tidak percaya diri
b.
Faktor Mental
Seseorang akan percaya diri karena ia
mempunyai kemampuan yang
cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian khusus yang dimilikinya.
c.
Faktor Sosial
Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan
sosial dari dukungan
orang tua dan
dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan
utama dalam kehidupan setiap
orang.
Menurut Loekmono (dalam Alsa, 2006)
Perkembangan kepercayaan diri dipengaruhi
oleh:
1.
Faktor-faktor
yang berasal dari dalam individu sendiri
2.
Norma
dan pengalaman keluarga
3.
Tradisi,
kebiasaaan dan lingkungan atau kelompok dimana keluarga itu berasal.
Dari uraian diatas
dapat dsimpulkan bahwasanya kepercayaan diri seseorang terbentuk berdasarkan faktor fisik,
mental, sosial dalam hal ini
Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup
yang pertama dan utama dalam membentuk
kepercayaan diri.
B. PELATIHAN
KECERDASAN EMOSI
1.
Pengertian
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi fantasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan menikmati kesenangan,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 2000).
Kecerdasan
emosi menurut Baron adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri, kemampuan
untuk berinteraksi dengan orang lain, kemampuan untuk bersikap lentur dan
realistis, kemampuan untuk tetap tenang dan mampu dalam menghadapi konflik,
serta kemampuan untuk mempertahankan sikap optimis dan positif dalam menghadapi
situasi sulit (Stein & Book, 2002).
2.
Aspek-aspek Kecerdasan
Emosi
Lima wilayah kecerdasan
emosi menurut Salovey (dalam Goleman, 2000) yang dapat dijadikan pedoman individu
untuk mencapai kesuksesan sehari-hari, yaitu :
a. Mengenali
emosi diri, merupakan kemampuan untuk mengenali atau mengetahui perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri serta menyadari emosi yang sedang dialaminya.
Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada
dalam kekuasaan perasaan. Sehingga dapat berakibat buruk bagi pengambilan
keputusan masalah.
Memiliki kesadaran diri, individu juga
harus dapat mengenal, memahami kualitas, intensitas, dan durasi emosi yang
sedang berlangsung, dan juga penyebab terjadinya emosi itu. Orang yang mampu
memantau emosinya secara cermat adalah orang yang dapat mengendalikan hidupnya,
mereka tidak hanya sadar akan perasaan dirinya, mereka juga sadar akan pikiran
dan hal-hal yang mereka lakukan. Ketika individu juga memiliki kesadaran akan
intensitas emosi yang dimilikinya, maka dapat member informasi sejauh mana
individu dipengaruhi oleh kejadian itu.
b. Mengelola
emosi, berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat,
hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kemampuan mengenali
emosi diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri
ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya
orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus
bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negative
yang merugikan dirinya sendiri.
c. Memotivasi
diri, merupakan kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha menemukan banyak
cara untuk mencapai tujuan. Orang yang memiliki kemampuan ini lebih tahan dalam
menghadapi kegagalan dan frustasi, serta cenderung jauh lebih produktif dan
efektif dalam berbagai hal yang mereka kerjakan. Dengan kemampuan memotivasi
diri, maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam
menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
d. Berempati,
merupakan kemampuan dalam membaca emosi orang lain,kemampuan merasakan perasaan
orang lain melalui ketrampilan, membaca pesan non verbal, nada bicara,
gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. Emosi jarang diungkapkan dengan
kata-kata, tapi melalui pesan nonverbal. Mengenal emosi orang lain dibangun
berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri,
maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca persaan orang lian.
Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri
dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. Pada
umumnya, kaum wanita lebih baik daripada pri adlam berempati.
e. Berhubungan
dengan orang lain, mampu membina hubungan dengan orang lain merupakan
ketrampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang
lain. Kunci kecakapan sosial ini adalah seberap baik atau buruk seseorang
mengungkapkan perasaannya sendiri serta kemampuan mereka untuk memahami orang
lain. Orang yang memiliki ketrampilan sosial tinggi akan dapat membina hubungan
interpersonal yang baik, sehingga memiliki banyak teman. Selain itu lebih
bertanggung jawab serta memiliki ketrampilan untuk bersosialisasi, seseorang
akan mengalami kesulitan dalam pergaulan.
3.
Pengertian Pelatihan
Kecerdasan Emosi
a. Mengenali
emosi diri
b. Mengelola
emosi
c. Memotivasi
diri sendiri
d. Membina
hubungan
4.
Karakteristik
Kecerdasan Emosi
a. Kesadaran
diri
b. Pengaturan
diri
c. Motivasi
d. Empati
e. Ketrampilan
sosial
C. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Remaja adalah sebagai
masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa diawali dengan masa puber yaitu
proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi dan
psikoseksual yang berkaitan satu sama lain ( Papalia dalam Mukhtar dkk, 2003).
Perubahan-perubahan
fisik maupun psikis dapat terjadi berbeda-beda untuk setiap individunya.
Perubahan yang terjadi secara fisik dapat terlihat pada tungkai dan tangan,
tulang kaki dan tangan, ataupun otot yang berkembang pesat. Dilihat dari segi
usia para ahli membagi masa remaja secara berbeda-beda. Masa remaja biasanya
dimulai pada usia belasan tahun (12-14 tahun) yaitu bersamaan dengan tumbuhnya
tanda-tanda sekunder, misalnya pada wanita yang ditandai oleh datangnya
menstruasi yang pertama, pinggul yang melebar, dan juga penimbunan lemak yang
membuat buah dadanya mulai tumbuh, tumbuhnya rambut kemaluan. Pada pria
ditandai dengan keluarhya jakun, suara mennjadi lebih besar, tumbuhnya
bulu-bulu (rambut) di sekitar bibir dan kemaluannya serta mimpinya yang
pertama, yang tanpa disadari mengeluarkan sperma. Secara psikologis remaja
terkait dengan emosi yang masih labil atau meluap-luap, hal ini erat hbungannya
dengan adanya perubahan secara fisik, kognitif, mental, emosional, dan sosial.
2. Ciri-ciri
Masa Remaja
Ciri-ciri masa remaja (Hurlock, 1980) :
a. Periode
yang Penting. Dengan adanya perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai
dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja.
Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Periode
Peralihan. Dalam setiap periode ini, status individu tidaklah jelas dan
terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan
lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.
c. Periode
Perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa remaha, ketika perubahan
fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan juga sikap dan perilaku
menurun juga.
d. Usia
Bermasalah. Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah
emaja seringkali menjadi masalah sulit diatasi baik oleh laki-laku maupun anak
perempuan. Terdapat dua alas an bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa
kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua sehingga
kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena
para remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi sendiri
masalahnya, menolak bantuan dari orang tua.
e. Masa
Mencari Identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, peneysuaian diri dengan
kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat-laun
mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak lagi puas lagi dengan menjadi
sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
f. Usia
Yang Menimbulkan Ketakutan. Anggapan stereotp budaya remaja adalah anak-anak
yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak menyebabkan
orang dewas yang harus membimbing dan
mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab muda takut bertanggung
jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
g. Masa
yang Tidak Ralistik. Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna
merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistic ini, tidak hanya
bagi dirinya sendiri tapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan
meningginya emosi yang merupakan cirri dari awal masa remaja. Semakin tidak
realistic cita-citanya semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa
apabila ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h. Ambang
Masa Dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan
kesan bahwa mereka sudah hamper dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang
dewasa ternyata belum cukup. Oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri pada
periku yang berhubungan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dengan perbuatan seks. Mereka menganggap
bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
3. Tugas
Perkembangan Remaja
Tugas-tugas
perkembangan emaja menurut Havighurst (dalam Sarwono, 2000), yaitu sebagai
berikut :
a. Menerima
kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
b. Menerima
hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana
pun.
c. Menerima
jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).
d. Berusaha
melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua dan orang dewasa
lainnya.
e. Mempersiapkan
karir ekonomi.
f. Mempersiapkan
perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
g. Merencanakan
tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.
h. Mencapai
system nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
4. Pentingnya
Kelompok Pada Remaja
D. PANTI ASUHAN YATIM PIATU & DHUAFA
Panti Asuhan
adalah lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta
melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar melalui pelayanan
pengganti atau perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial
pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian
generasi cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di dalam
bidang pembangunan nasional ( Departemen Sosial, RI, 1995)
Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa yang dimaksud
adalah Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Tarbiyatul Mubtadi’in” yang
dikelola dan didirikan oleh masyarakat untuk membantu melaksanakan penyantunan
dan pengentasan melalui pelayanan pengganti atau perwalian di Kecamatan Ngampel
Kabupaten Kendal.
. E. EFEKTIVITAS PELATIHAN
KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA
Keterkaitan kepercayaan diri dan kecerdasan emosi diri
adalah bahwa remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang baik maka akan
membuatnya mampu bergaul dengan baik, mengenali dirinya, menangani stres, dan
memiliki tanggung jawab dalam kehidupannya sehingga akan membuat remaja menjadi
lebih percaya diri.
Melalui pelatihan kecerdasan emosi, remaja akan diajarkan
untuk lebih mampu mengenali emosi yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri serta mampu menunjukkan potensi yang dimilikinya
dan menggunakan potensinya tersebut dengan tepat untuk bergaul dan mengatasi
masalah yang dihadapi, sehingga mereka mampu mencapai tujuan hidup denga sukses
tanpa merugikan orang lain.
Melalui pelatihan kecerdasan emosi diharapkan remaja
lebih mampu untuk bergaul dan
berinteraksi satu sama lain sehingga lebih mampu untuk mengenali perasaan orang
lain, memiliki tanggung jawab yang tinggi, serta mampu memelihara dan membina
hubungan interpersonal yang saling menguntungkan antara satu dengan lainnya.
Setelah mengikuti pelatihan kecerdasan emosi ini diharapkan siswa mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapi, dan mampu melihat segala hal sesuai dengan kenyataan. Setelah mengikuti
pelatihan kecerdasan emosi ini diharapkan siswa akan lebih mampu bertahan
menghadapi situasi yang menimblkan stres serta mampu mengendalikan dorongan
untuk melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Melalui
pelatihan kecerdasan emosi ini diharapkan siswa mampu menikmati hiduo dan
memiliki pandangan optimis yang realistis terhadap masa depan sehingga mampu
merasa bahagia daam menjalani kehidupan (dalam Stein & Bokk, 2002).
Pelatihan kecerdasan emosi ini diharapkan dapat membentuk
karakteristik remaja yang awalnya kurang memiliki rasa percaya diri menjadi
lebih percaya diri, karena hal ini sangat berperan dalam kesuksesan remaja di
masa depan.
F F. HIPOTESIS
Pelatihan kecerdasan emosi dapat meningkatkan kepercayaan diri remaja di Panti
Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Tarbiyatul Mubtadi’in” Ngampel Kendal.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
IDENTIFIKASI
VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel
Bebas : Pelatihan
Kecerdasan Emosi
2. Variabel
Terikat : Kepercayaan
Diri
B.
DEFINISI
OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1.
Kepercayaan Diri didefinisikan sebagai kemampuan diri untuk
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan,
memiliki rasa positif atau optimis terhadap diri sendiri, berani mengungkapkan pendapat.
2.
Pelatihan Kecerdasan
Emosi adalah serangkaian tugas yang diberikan kepada peserta
pelatihan yang mencakup unsur : pengetahuan, tata cara mengelola emosi sehingga
kepercayaan diri para peserta pelatihan meningkat.
C.
SUBJEK
PENELITIAN
Subjek
penelitian ini remaja Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Tarbiyatul
Mubtadi’in” Ngampel. Subjek kemudian dipisah menjadi dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pemisahan tersebut dilakukan dengan
cara random.
D.
METODE PENELITIAN
Desain eksperimen dalam
penelitian ini menggunakan two independent groups design, dengan
menggunakan metode analisis independent sample t-test. Subjek penelitian
ini berjumlah 20
orang. Subjek remaja adalah
Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Tarbiyatul Mubtadi’in” Ngampel
yang berusia antara 14 –
16 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin & Budi Andayani, 1996. Konsep
Diri, Harga Diri, Dan Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjahmada
No. 223-30
Alsa, Asmadi, 2006, Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan
Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik. Semarang. Jurnal Psikologi. No.1. 47-48.
Departemen RI, 1995, .....
Goleman,
D., 2000, Emotional Intelligence : Mengapa EI lebih Penting daripa IQ, Jakarta, Gramaedian.
Gunarsa, 1989, Psikologi
Olahraga, Jakarta, Penerbit Preastasi Pustakarya.
Hankin, 2004, Strategi
Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri (Terjemahan), Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hurlock,
E.B., 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Jakarta, Erlangga.
Iswidharmanjaya, D & Agung, G., 2004, Satu Hari Menjadi Lebih Percaya Diri, Jakarta,
PT. Elex Media Komputindo.
Mukhtar,
Ardiyanti, N. & Sulistyaningsih, 2003, Konsep
Diri Remaja : Menuju Pribadi yang Mandiri, Jakarta, Rhasta
Samasta.
Santrock, J.W., 2003, Perkembangan
Remaja Edisi 6, Erlangga, Jakarta.
Sarwono,
S.W., 2000, Psikologi Remaja, Jakart,
Jakarta.
Stein & Book, H.E., 2000, Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (Terjemahan), Bandung, Kaifa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar